Awas Resesi 2023, Dampak ke Indonesia

Awas Resesi 2023, Dampak ke Indonesia

Awas Resesi Prediksi resesi sbobet itu dirilis oleh UN Conference on Trade and Development (UNCTAD). Semua kawasan di dunia akan terdampak, terutama negara-negara berkembang.

Efek Invasi Rusia

Meskipun mayoritas CEO berpikir bahwa resesi akan datang, masih banyak eksekutif bisnis percaya bahwa mereka dalam kondisi yang lebih kuat untuk menghadapi guncangan ekonomi yang begitu keras daripada di tahun 2008 silam.

“Ada ketidakpastian yang luar biasa selama dua setengah tahun terakhir,” kata Paul Knopp, ketua dan CEO KPMG, merujuk pada dampak ekonomi imbas pandemi Covid-19 dan kekhawatiran tentang inflasi.

Dukungan juga diperlukan agar Black Sea Grain Intitiative di Ukraina bisa lanjut memberikan pangan kepada dunia di tengah perang Rusia-Ukraina.

Para CEO di AS Mulai Bersiap-siap Hadapi Resesi Ekonomi di Negaranya

Awas Resesi 2023, Dampak ke Indonesia

Pemeintah-pemerintah pun diminta untuk Awas Resesi menambah pengeluaran publik dan melakukan pengendalian harga yang strategis yang secara langsung menarget energi, makanan, dan area-area vital lainnya. Investor publik dan swasta juga diminta mengalirkan dana ke penelitian energi terbarukan.

Negara-negara yang terdampak tajam adalah negara berkembang di Amerika Latin dan negara pendapatan lemah di Afrika.

KPMG menyebut, lebih dari separuh CEO yang disurveinya sedang mempertimbangkan pemangkasan tenaga kerja untuk bersiap enghadapi resesi. Tetapi nasih ada sedikit tanda harapan.

UNCTAD menyorot tingkah laku para spekulan dalam hal futures contracts (kontrak berjangka), commodity swaps (swap komoditi), and exchange traded funds.

“Pertumbuhan rata-rata bagi ekonomi-ekonomi berkembang diproyeksikan jatuh ke bawah 3% – sebuah perkembangan yang tidak cukup untuk pembangunan berkelanjutan dan akan menambah keuangan publik dan swasta dan merusak prospek ketenagakerjaan,” tulis laporan UNCTAD.

Tetapi Knopp menambahkan bahwa para CEO juga memperhatikan prospek jangka pendek ekonomi sehingga mereka berniat untuk merubah rencana pengeluaran jangka panjang.
Sebelumnya dilaporkan, sejumlah CEO di Amerika Serikat mulai meyakini bahwa ekonomi negara tidak bisa mencapai soft landing menyusul serangkaian kenaikan suku bunga besar oleh Federal Reserve untuk meredam inflasi.

KPMG juga menemukan bahwa hanya 34% persen dari CEO yang disurvei melihat resesi akan berlangsung secara ringan dan singkat.

“Ada optimisme untuk jangka panjang tentang ekonomi AS dan prospek untuk organisasi mereka sendiri,” sebut Knopp.

Invasi Rusia ke Ukraina turut disorot sebagai faktor yang memperparah situasi ekonomi global. Faktor-faktor lain adalah masalah suplai, serta melemahnya konsumen dan kepercayaan investor.

“Masih ada waktu untuk mundur dari ujung resesi,” ujar Rebeca Grynspan. “Ini adalah masalah pilihan kebijakan dan kemauan politik,” kata Grynspan.

“Sekarang, kita menghadapi resesi lain yang membayangi,” ungkapnya.

Salah satu dari tiga solusi yang diminta UNCTAD adalah agar para bank sentral di negara maju untuk menaikkan tingkat suku bunga.

“UNCTAD memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat ke 2,5 persen di 2022 dan jatuh ke 2,2 persen di 2023. Global slowdown akan membuat GDP riil masih tetap di bawah trend pra-pandemi, merugikan dunia sebesar US$ 17 triliun – hampir 20 persen pendapatan dunia,” tulis laporan UNCTAD di situs resminya.

Lebih lanjut, ancaman krisis utang global juga semakin nyata, sebab 60 persen negara-negara berpendapatan rendah dan 30 persen ekonomi emerging market berada dalam tekanan utang, atau nyaris masuk tekanan utang. Sejumlah negara yang telah menunjukkan tanda-tanda tertekan utang adalah Sri Lanka, Suriname, dan Zambia.

Lebih lanjut, para negara maju diminta agar menghindari kebijakan pengeluaran yang ketat (austerity). Para organisasi internasional turut diminta membuat arsitektur multilateral agar negara-negara berkembang bisa memiliki ruang fiskal yang lebih besar dan mendapat proses pengambilan keputusan yang lebih adil.

Ketua UNCTAD Rebeca Grynspan berkata masih ada harapan bagi dunia. Namun, butuh kemauan politik untuk mewujudkan hal tersebut.

Menurut survei terhadap 400 pemimpin perusahaan besar di AS oleh perusahaan konsultan KPMG, 91 persen memperkirakan resesi di AS bakal terjadi dalam 12 bulan ke depan.

Ancaman resesi 2023 ikut disorot oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Resesi 2023 dikhawatirkan lebih parah dari krisis 2007-2009.

Berdasarkan data UNCTAD, Indonesia akan Awas Resesi menjadi negara kedua di negara G20 yang paling rugi dalam hal kehilangan potensi ekonomi. Posisi Indonesia tepat berada sebelum Rusia yang sedang kena sanksi internasional.

“Perusahaan merasa mereka lebih tangguh dan lebih siap (menghadapi resesi),” pungkasnya.